Tugas
Terstruktur
Komunikasi
dan Penyuluhan Pertanian (PNB2413)
“Metoda
Penyuluhan Pertanian”
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusunan makalah ini dengan judul “Metoda
Penyuluhan Pertanian” dapat penulis selesaikan.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr.
Ir. TEGUH DJUHARYANTO, M.P. selaku dosen pengampu mata kuliah Komunikasi dan
Penyuluhan Pertanian dan semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah
ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusuhan makalah ini
dari awal sampai akhir. Akhir
kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Purwokerto,
27 Maret 2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah
satu tugas yang menjadi tanggung jawab setiap penyuluhan adalah
mengkomunikasikan inovasi,dalam rangka mengubah perilaku masyarakat penerima
manfaat agar tahu, mau dan mampu menerapkan inovasi demi tercapainya perbaikan
mutu hidupnya.Karena itu, dalam setiap pelaksanaan penyuluhan, setiap penyuluh
harus memahami dan mampu memilih metode penyuluhan yang paling baik sebagai
suatu cara yang terpilih untuk tercapainya tujuan penyuluhan yang
dilaksanakannya (Soesmono,1975).
B.
Tujuan
· Mengetahui
prinsip-prinsip metode penyuluhan
· Mengetahui
pendekatan-pendekatan untuk memilih penyuluhan
C.
Rumusan Masalah
Dalam kegiatan penyuluhan terlebih dahulu kita harus mengetahui prinsip-prinsip metode penyuluhan dan pendekatan-pendekatan untuk memilih penyuluhan agar saran dapat diterima dengan baik oleh masyarakat atau komunitas.
BAB
II
PEMBAHASAN
·
Prinsip-prinsip Metode Penyuluhan
Suzuki(1984)
mengemukakan adanya beberapa prinsip metode penyuluhan yang meliputi:
1. Pengembangan
untuk berpikir kreatif.
Pada
setiap kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh harus mampu memilih metode yang
sejauh mungkin dapat mengembangkan daya nalar dan kreativitas masyarakat
penerima manfaatnya.
2. Tempat
yang paling baik adalah tempat kegiatan penerima manfaat.
Kegiatan
penyuluhan sebaiknya dilaksanakan dengan menerapkan metode-metode yang dapat
dilaksanakan dilingkungan pekerjaan(kegiatan) penerima manfaat. Hal ini
dimaksudkan agar :
a. tidak
banyak mengganggu kegiatan rutinnya.
b. penyuluhan
dapat memahami betul keadaan penerimaan
manfaar,termasuk masalah-masalah yang dihadapi dan potensi serta peluang
yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu hidup mereka.
c. Kepada
penerima manfaat dapat ditunjukkan contoh-contohnyata tentang masalah dan
potensi serta peluang yang dapat ditemukan lingkungan pekerjaannya sendiri,
sehingga mudah dipahami dan diresapi serta diingat oleh penerima manfaatnya.
3. Setiap individu terikat dengan lingkungan sosialnya.
Kegiatan penyuluhan akan lebih efisien jika diterapkan hanya kepada beberapa
warga masyarakat, terutama yang diakui oleh lingkungannya sebagai panutan yang
baik.
4. Ciptakan
hubungan yang akrab dengan penerima manfaat. Adanya hubungan pribadi yang akrab
antara penyuluh dengan penerima manfaat, akan merupakan syarat yang harus
dipenuhi, setidakn-tidaknya akan memperlancar kegiatan penyuluhan itu sendiri.
5. Memberikan
sesuatu untuk terjadinya perubahan.
Kegiatan penyuluhan adalah upaya untuk mengubah perilaku penerima manfaat, baik
pengetahuannya, sikapnya atau ketrampilannya.
· Pendekatan-pendekatan
Untuk Memilih Metode Penyuluhan
1. Metode
penyuluhan dan proses komunikasi
Menurut
Mardikanto (1982) metode berkomunikasi yang efektif didasarkan:
a. Media
yang digunakan
-
media lisan (secara langsung dan tak
langsung. Ex: radio, bercakap, TV, dll)
-
media cetak (berupa gambar atau tulisan
)
-
media terproyeksi (gambar atau tulisan
lewat slide, film, video, dll)
b. Sifat
hubungan antara penyuluh dan penerima manfaat
-
komunikasi langsung
-
komunikasi tak langsung
c. Pendekatan
psikossosial yang dikaitkan dengan tahapan adopsinya
- pendekatan perorangan
- pendekatan kelompok
- pendekatan massal
2. Metode
penyuluhan dalam pendidikan non formal
a. Pendidikan
non formal dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja,
b. Pendidikan
non formal diprogram sesuai dengn “kebutuhan penerima manfaat”,
c. Metode
penyuluhan yang dipilih harus selalu disesuaikan dengan karakteristik penerima
manfaatnya, sumberdaya yang tersedia, serta keadaan lingkungan,
d. Metode
penyuluhan dalam pendidikan orang dewasa.
3. Metode
penyuluhan dalam pendidikan orang dewasa
Ciri
utama dari pendidikan orang dewasa adalah: keberhasilan pendidikan tidak
tergantung pada seberapa banyak materi yang diajarkan tapi seberapa jauh
program pendidikan tersebut mampu mengembangkan dialog antara pendidik dan yang
dididik.
Pemilihan
metode pendidikan orang dewasa harus selalu mempertimbangkan:
a. waktu
penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu kegiatan/ pekerjaan pokoknya
b. waktu
penyelenggaraan sesingkat mungikin
c. lebih
banyak menggunakan alat peraga
Pemilihan metode
pendidikan orang dewasa harus mengacu pada tujuan yang ingin dicapai oleh
program pendidikan yang pada dasarnya dibagi menjadi dua (Scmidt, 1974):
a. menata
pengalaman masa lampau yang telah dimilikinya dengan
cara “baru”,
b. memberikan pengalaman baru.
·
Metode penyuluhan partipatip
1. RPA (rapid rural appraisal)
Fungsi /karakteristik Metoda penyuluhan |
Ragam media |
|||||
Media-masa |
Percakapan |
Demontrasi |
Media rakyat |
Diskusi kelompok |
dialog |
|
Menumbuhkan kesadaran terhadap inovasi |
XXX |
X |
XX |
XX |
O |
O |
Menumbuhkan kesadaran terhadap
maslaahnya sendri |
O |
X |
XX |
XXX |
XXX |
XXX |
Alih pengetahuan |
XXX |
XX |
XX |
XX |
X |
XX |
Perubahan perilaku |
O |
O |
XX |
X |
XXX |
XX |
Penerapan pengetahuan dari
petani lain |
O |
O |
X |
XX |
XXX |
X |
Mengaktifkan proses belajar |
O |
O |
X |
XXX |
XXXX |
XX |
Pemecahan masalah pertani |
O |
O |
X |
XXX |
XXXX |
XX |
Tingkat abstaksi |
XXX |
XX |
O |
O |
X |
X |
2. PRA (Participaty rapid appraisal) atau penilaian desa
secara partisipatip
PRA, merupakan
penyempurnaan dari RRA atau penilaian keadaan secara partisipatif berbeda
dengan RRA yang dilakukan oleh (sekelompok) tim yang terdiri dari “orang luar”,
PRA dilakukan dengan lebih banyak melibatkan “orang dalam” yang terdiri dari
semua stakeholders (pemangku kepentinga kegiatan) dengan difasilitasi oleh fasilitator
dibanding sebagai instruktur atau gru yang “menggurui”
3. FGD (focud group discussion) diskusi kelompok yang terarah
Pada awalnya,
FGD digunakan sebagai teknik wawancara pada penelitian kualitatif yang berupa “
in depth inyerview” kepada sekelompok informan secara terfokus (stewart &
shamdasani, 1990). Dewasa ini, FGD nampaknya sebakin banyak diterapkan dalam
kegiatan perencanaan dan atau evaluasi program (morczak & sewell, 2006).
Sebagai suatu
metoda pengumpumpulan dara , FGD merupakan interaksi individu-individu (sekitar
10 orang yang tidak saling mengenal)
yang oleh seorang pemandu (moderator) diarahkan untuk mendiskusikan pemahaman
dan atau pengalamannya tentang sesuatu program atau kegiatan.
Jenis pertanyaan:
-
Pertanyaan
pembuka
-
Pertanyaan
penghantar
-
Pertanyaan
transisi
-
Pertanyaan
kunci
-
Pertanyaan
penutup dan akhir dari pertanyaan
4. PLA (participatory learning and action) atau proses
belajar dan mempratekkan secara partisipatif
Menurut konsepnya,
PLA merupakahn “payung “ dari metoda-metoda partisipatif yang berupa RRA,
PRA,PAR, (participatory action research) dan PALM (participatory learning
method) , dll
PLA merupakan
bentuk baru metoda penyuluhan yang dahulu dikenal dengan “learning by doing”
atau belajar sambil bekerja secara singkat, PLA merupakan metoda penyuluhan
yang terdiri dari proses belajar (melalui: belajar , ceramah, curah-pendapat,
diskusi, dll) dan dalam berbagai judul pembahasan mulai dari pembahas khusus
ke-umum atau umum ke-khusus.
5. Sl atau sekolah lapang (farmers Field school)
Sl atau FFS
pertama kali dikenalkan oleh SEAMEO (1997) pada usahatani padi di filipina dan
indonesia. Khususnya bdi indonesia kemudian diterapkan pada perlindungan hama
terpadu karena itu kemudian dikenal istilah SLPHT.
·
Pelatihan Partisipatif
Sebagai
proses pendidikan, kegiatan penyuluhan pertanian banyak sekali dilakukan
melalui pelaksanaan pelatihan-pelatihan. Kegiatan penyuluhan dapat dipandang
sebagai suatu proses pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah.
Kegiatan penyuluhan harus terencana atau telah direncanakan sebelumnya.
Kegiatan
penyuluhan harus mengacu pada kebutuhan yang dirasakan kliennya, baik untuk
kebutuhan masa kini, dan kebutuhan yang akan mendatang (jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang) dan memberikan manfaat tinggi dengan kebutuhannya
tersebut.
Penyelenggara
harus diawali dengan “scopping” atau
penelusuran tentang program pendidikan yang diperlukan dan analisis kebutuhan
atau “need assessment”. Berdasarkan
analisis kebutuhannya, disusunlah acara penyuluhan yang dalam pendidikan formal
(sekolah) disebut silabus dan
kurikulum, dan perumusan modul/lembar
Persiapan Menyuluh pada setiap pelaksanaan penyuluhan.
Tentang
hal ini, sejak awal dasawarsa 1990-an
mulai banyak dikembangkan kegiatan Pelatihan Partisipatif. Pelatihan partisipatif
dirancang sebagai implementasi metoda pendidikan orang dewasa(POD), dengan ciri utama:
1)
Hubungan instruktur/fasilitator dengan
peserta didik tidak lagi bersifat vertikal tetapi bersifat lateral/horizontal.
2)
Lebih
mengutamakan proses dari pada hasil,
dalam arti, keberhasilan
pelatihan tidak diukur dari seberapa banyak terjadi alih-pengetahuan, tetapi sebarapa jauh terjadi interaksi atau
diskusi dan berbagi pengalaman(sharing)
antara sesama peserta maupun antara fasilitator dan pesertanya.
3)
Substansi materi pelatihan selalu
mengacu kepada kebutuhan peserta. Karena
itu, sebelum pelatihan
dilaksanakan, selaluDiawai dengan kontrak
belajar, yaitu kesepakatan tentang substansi
materi urut-urutan(sekuen),
tata-waktu, tempat dan metoda
pembelajarannya. Terkait dengan hal ini, dalam sistem kerja LAKU/TV, konfirmasi acara penyuluhan pada
kunjung- an berikutnya, dapat dilakukan sebelum mengakhiri setiap
acara penyuluhan.
4)
Metoda pelatihan lebih banyak
berupa: curah-pendapat(brain- storming),
berbagi pengalaman(sharing) dan
diskusi dibanding ceramah yang diberikan oleh instruktur/fasilitator.
5)
Selama proses pelatihan, banyak diberikan kesempatan untuk melakukan
tugas(mandiri dan atau kelompok) dan
setelah selesai diwajibkan membuat RTL(rencana tindak lanjut yang merupakan
implementasi hasil belajarnya. Di
samping itu pada awal acara pelatihan selalu dibuka dengan pencairan
suasana(ice breaking) agar interaksi antar
peserta dan dengan fasilitator berlangsung lancar tanpa adanya kesenjangan
psikologis. Selain itu, untuk menjaga suasana belajar tidak mudah
jenuh bahkan agar semakin"bergairah",
biasanya diselingi de- ngan
permainan atau bermain peran(role playing).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Beberapa prinsip metoda
penyuluhan meliputi:
·
Pengembangan untuk berfikir kreatif,
·
Tempat yang paling baik adalah di tempat
kegiatan perimaan manfaat,
· Setiap individu terikat dengan lingkungan sosialnya,
· Ciptakan
hubungan yang akrab dengan penerima manfaat,
· Memberikan
sesuatu untuk terjadinya perubahan.
Pendekatan-pendekatan untuk memilih metoda
penyuluhan meliputi:
· Metode
penyuluhan dan proses komunikasi,
· Metode
penyuluhan dalam pendidikan non formal,
· Metode
penyuluhan dalam pendidikan orang dewasa.
Metoda penyuluhan partisipatip meliputi:
· RRA
(Rapid Rural Appraisal)
· PRA
(Participatory Rupid Appraisal)
· FGD
(Focus Group Discussion)
· PLA
(Participatory Learning and Action)
· SL
(Sekolah Lapang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar